Kamis, 01 Juni 2017

Adik Sayang


    Hari ini sebetulnya sudah mulai memasuki hari pertama tantangan 10 hari materi pertama kelas Bunda Sayang. Jujur saja saya ketar ketir galau gamang, bahkan sempat ingin bubar jalan. Walahhh, mulai saja belum, masa sudah mau menyerah sih😬. Bagaimana tidak ketar ketir, Tara, 4 tahun terakhir makan nasi dan lauk yaitu hari Senin pagi yang lalu, setelah itu total berhenti. Qadarullah Allah menguji anak-anak saya dengan terkena virus HFMD alias flu Singapura. Ternyata selain bintik merah di telapak tangan dan kaki, adik terpapar sariawan parah di mulutnya. Selain menolak mentah-mentah makanan apapun, dia juga mogok bicara alias menutup mulut rapat-rapat. Sering dia menangis tersedu-sedu karena saat diam pun mulutnya pun terasa cukup nyeri. Walaupun demikian Alhamdulillah adik masih mau minum walaupun dengan penuh bujukan, mudah-mudahan tidak terkena dehidrasi.
    Lalu praktik komunikasi produktif macam apa yang bisa saya lakukan dalam kondisi semacam ini? Emosi naik turun seperti roller coaster. Untuk sekedar bicara santai dengan kakak dan suami pun sepertinya saya merasa kesulitan, pikiran jumpalitan tidak karuan, ekspresi wajah saya sudah pasti terlihat stres, kaku, sesekali uring-uringan tidak jelas. Padahal baru saja mulai Ramadhan😫…
    Alhamdulillah, upaya membujuk adik bagian kedua-dengan membeli Pizza H*t siang tadi membuahkan hasil. Sebelumnya bujukan menggunakan sup miso dan beberapa lauk khas H*kben hanya berhasil memasukkan sekitar 3 sdm kuah sup saja. Ternyata sebetulnya dan sepertinya sariawan di mulut sudah hampir sembuh. Adik lebih ‘trauma berat’ pada rasa sakit itu sendiri. Setelah tadi siang saya merasa bersyukur dan senang dengan kondisi adik yang sudah mau makan, maka pada sore harinya saya kembali tersungkur. Adik kembali menutup mulut rapat-rapat, menolak bicara apalagi makanan.
    Jujur saja tadi siang pun saya sempat menggunakan ‘ancaman’ diinfus saja kalau memang tidak mau makan (dan ada intonasi suara tinggi-mungkin semi membentak😥). Ternyata ini memberi efek membuka mulut dan bisa memasukkan makanan, termasuk ½ gelas jus semangka dengan lancar jaya. Ketika sore harinya saya mencoba menawarkan makanan lagi, ternyata tiba-tiba adik gtm lagi. Akhirnya lagi-lagi saya melancarkan jurus ‘ancaman’. Gagal. Adik hanya diam sambil menunjukkan bahasa tubuh menolak!.
    Saat adzan maghrib tiba, saya berbuka puasa dengan hati yang ‘fragile’, rasanya ingin menangis saja. Setelah sholat maghrib saya benar-benar bingung harus bersikap bagaimana lagi pada adik karena ternyata bentakan-bentakan kecil saya selama beberapa hari ini telah menorehkan luka tambahan di hatinya. Setiap malam tidurnya gelisah, sering terbangun dalam keadaan menangis. Bahkan puncaknya tadi sore dia tertidur dalam keadaan terisak-isak, dan tiba-tiba terbangun sambil menangis seraya memeluk saya dan mengucap maaf ma...😭
    Doa saya setelah sholat maghrib tadi adalah, saya bingung ya Allah, saya tidak mau memaksa adik makan lagi, tapi saya juga khawatir karena dia kurang asupan, tolong tunjukkan jalan-Mu… Ndilalah, suami mengajak kakak tarawih ke mushola. Saya pun mendatangi adik dan hanya memeluknya. Saya coba rendahkan suara serendah-rendahnya, seraya menahan diri agar tidak menangis. Saya ajak bicara pelan-pelan, berkali-kali meminta maaf padanya dan berkata pada adik bahwa mama sedih sekali kalau adik tidak mau makan, padahal mulut adik kan sudah sembuh. Sedikit titik air mata sengaja saya ijinkan keluar (air mata beneran sih). Adik mau makan apa? Mama siapkan deh...dan Alhamdulillah dia merengkuh saya, memberi senyum yang indaaaah sekali seraya menjawab, mau mie. Segera saya ke dapur dan membuat sepiring mie rebus ala anak-anak. Supaya tetap bisa mengalihkan perhatian agar tidak terlalu fokus pada makanan, saya suap adik sambil bermain fun thinker.

    Alhamdulillah, mie yang tersisa ¼ bagian ternyata dilanjutkan lagi dan adik makan sendiri seperti biasanya.
Peer masih banyak, tapi saya ingin melatih diri menggunakan intonasi suara ramah dahulu pada anak-anak, karena memang semua perlu dilatih. Saya tidak ingin menyesali emosi sesaat yang berdampak buruk di masa depan anak-anak😆

#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip

Tidak ada komentar:

Posting Komentar