Kamis, 21 Juli 2016

Ringkihnya Hati Dan Jiwa




      Perjuangan terberat seorang manusia adalah melawan dirinya sendiri. Sebelum berhasil menciptakan prestasi dihadapan manusia lain, pasti sebelumnya harus bisa berjibaku memilah dan memilih begitu banyak bisikan hati hingga tubuh dan jiwanya kompak menjadi satu sosok yang siap berkarya.
     Saat saya memanjatkan doa terutama menjelang pagi ada beberapa kalimat yang selalu saya sampaikan pada Allah SWT.
1. Memohon ampunan atas dosa dahulu, sekarang dan yang akan datang
2. Memohon bimbingan dan tuntunan-Nya dalam menjalani berbagai kewajiban, rencana, amanah hari ini
3. Memohon perlindungan dari segala mara bahaya, musibah dunia dan akhirat, keburukan, kecelakaan, kejahatan makhluk-Nya
4. Memohon perlindungan agar diri saya tidak menjadi pelaku kejahatan, keji dan munkar dan
5. Memohon perlindungan dari penyakit hati, ruhiyah, penyakit jiwa, psikis, stres, depresi dan lain-lain

      Saya sadar dan khawatir, jiwa dan hati sama-sama rentan penyakit, sebagaimana jasmani ini. Setiap manusia pasti bisa stres. Jangankan depresi karena mengalami masalah berat, rutinitas sehari-hari yang dilakukan begitu-begitu saja bisa membuat orang stres tanpa sadar. Kalau hati dan iman sedang 'down' sasaran terdekat seorang ibu sudah pasti keluarganya. 'Atas nama menasehati anak', bisa jadi sebenarnya adalah pelampiasan masalah yang terpendam, Na'udzubillahi min dzalik
     Berapa banyak kengerian yang terjadi akibat menghilangnya kewarasan seorang ibu yang rusak akibat tumpukan masalah bertahun-tahun?  Saya pernah marah-marah pada balita saya suatu hari hanya karena saya sedang merasa tidak fit, dan sepertinya siang itu dia juga sedang merasa tidak enak badan sehingga sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Bahkan untuk duduk sejenak pun tidak bisa, dia akan menangis keras-keras. Kalau bukan Allah yang menjaga, bisa jadi tangan ini sudah melakukan praktik melenceng pada tubuhnya. Anak saya tidak salah. Pasti jiwa dan hati saya saat itu sedang turun, akibatnya saya hanya bisa marah-marah, kemarahan yang tidak bermakna. 
      Memang yang selama ini saya rasakan, saat fisik sedang mengalami penurunan kondisi ternyata hati seperti menjadi labil, fragile, kalau bekal pedekate pada Allah tidak banyak maka tidak lama hati jadi ikutan sakit juga:( Itulah sebabnya kita harus terus meningkatkan rasa ketergantungan, kecanduan kita pada Allah, posisikan Allah di prioritas paling atas. Sebuah nasehat dari ulama yang pernah saya dengar, "Allah dulu, Allah sekarang, Allah kemudian..." (maaf saya agak lupa konteks kalimat tepatnya). Intinya saat kita menjadikan Allah sebagai yang utama dalam hidup, insya Allah, walaupun ringkih semoga kita tetap terlindung dan terjaga dari perbuatan dzalim
 
# day 22 - 1 Mei 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar