Ternyata...untuk menuliskan aliran rasa pun saya harus bengong dulu😌
Mulai dari mana ya? Ok. Tulisan ini dibuat saat saya sedang dalam perjalanan kembali ke Jakarta dari Bandung menggunakan kereta (gak ada hubungannya yak😂, asli masih belum on nih...)🚇🚂
Alhamdulillah, saya 'bisa' mengerjakan tantangan 10 hari materi komunikasi produktif. Evaluasi diri sendiri:
1. Ternyata dari niat awal ingin mengerjakan 10 hari berturut-turut belum berhasil.
2. Yang terasa tidak mudah sebetulnya ya itu, 'menangkap momen'. Saking yang namanya berkomunikasi itu kadang rasanya ibarat aktivitas bernafas, mengalir tanpa disadari, maka saya masih sering lupa, kadang 'malas' untuk mengingatkan diri sendiri. Saya sedang berkomunikasi - dan komunikasi akan bermakna saat kita bisa melakukannya dengan produktif.
3. Kaidah favorit saya adalah 7-38-55. Yang terasa masih sulit adalah mendengarkan dengan aktif dan masih sering melakukan beberapa (atau banyak poin) dari parenthogenic, suer!😩
4. Kalau melihat review dari fasilitator, sepertinya saya masih pada tahap heteronomi. Selain itu tentu saja saya berharap kami berdua bisa menjadi tipe nurturing parent dan melakukan transaksi komplementer dalam keseharian.
Saya sangat menyukai quote:
"Learning is for being"
Nampol banget😲
Selasa, 20 Juni 2017
Kamis, 15 Juni 2017
Selamat Kak!
Alhamdulillah, bersyukur kepada Allah SWT. Satu 'mildstone' baru saja kami lewati. Kakak sudah lulus SD😄.
Titik. Sengaja saya menulis seperti ini. Unconditional syukur. Sudah lulus, tapi...., Iya tapi...., Akibatnya gini deh...., Coba kalau dulu begitu kan hasilnya...., Lulus sih tapi...
Saya sedang belajar untuk berpikir lebih jernih sebelum bicara lebih jauh, apalagi menuntut sesuatu dari kakak. Selama proses persiapan hingga pelaksanaan UN kemarin, saya berusaha semaksimal mungkin untuk mendampingi dan membesarkan hatinya setiap kali mulai kakak merasa down. Kakak adalah tipikal yang lebih suka didampingi saat belajar, dia juga suka mendengarkan bila saya mengulangi materi pelajaran, terutama pelajaran yang sulit menurutnya. Saya sempat bilang, titik terakhir usaha kedua tangan kita adalah saat mengerjakan ujian itu sendiri. Doa, permohonan kita kepada Allah harus selalu mengiringi. Sebelum mulai belajar pertama kali hingga selesai mengerjakan ujian.
Maka saat kemarin kakak menerima amplop berisi pernyataan kelulusan, sebelumnya saya berdoa, memohon kelapangan hati seluas-seluasnya untuk ikhlas menerima apapun hasilnya. Kurikulum sekolah formal memang luar biasa. Anak-anak sudah melakukan usaha maksimalnya tanpa melakukan 'pemberontakan' yang sebetulnya sah-sah saja dilakukan. Kalau kita berpikir terbalik, kita berada di posisi mereka hari ini, di usia yang sama dengan mereka, sanggupkah kita menelan bulat-bulat begitu banyak materi pembelajaran, dalam waktu relatif singkat dan menghasilkan angka-angka nilai sama tinggi semua? Ada sih, 1 dari sekitar 60 siswa.
Saya berkata padanya, "Mama bangga dan bersyukur dengan apa yang kita terima pada hari ini..." Saya juga berterimakasih atas semua usaha maksimalnya untuk UN. Saya bilang apa adanya, SMP berarti perjuangan yang lebih besar, apalagi status SMPIT, kurikulum jelas lebih padat. Saya mengajak kakak untuk bersama-sama belajar mencintai proses belajar, sesulit apapun itu. Saya mengingatkan, salah satu bentuk rasa syukur atas segala nikmat Allah SWT kepada kita selama ini adalah saat kita menjadikan sekolah sebagai sesuatu yang bisa dinikmati, apapun halangan yang ada didepan sana.
Peer saya juga semakin tidak mudah. Menumbuhkan fitrah belajar sekaligus fitrah-fitrah lainnya beriringan dengan proses belajar kakak di SMP nya kelak. Hanya Allah yang bisa membantu saya dan paksu bersama-sama mendampingi fase baru anak sulung kami🤗. Komunikasi produktif yang saya coba lakukan adalah kaidah 'jelas dalam memberi pujian dan kritikan'.
#level1
#day10
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Selasa, 13 Juni 2017
Bermain Bersama Anak-Anak
Hayoooo...bolong dua hari😬
Baiklah, hari ini cerita tentang apa ya? Tentang kolaborasi saya (dan papanya tentu) -kakak-adik, alias kami berempat. Kaidah komunikasi produktif apa yang kami praktikkan? Hmmm...sepertinya saya baru bisa menentukan setelah selesai menulis cerita.
Adik yang sekarang berumur 4 tahun sepertinya sedang menjalani fase 'sensitif'. Setiap ucapan nasehat, mengingatkan, memberitahu sering dianggap sedang memarahi dirinya. Siapapun itu, kami orangtuanya ataupun kakak, padahal intonasi suara kami biasa saja. Kalau sudah begitu, biasanya sih ujungnya akan menangis, minimal prembik-prembik alias agak mewek.
Akhirnya saya dan paksu sepakat, sepertinya ini sudah saatnya adik untuk lebih memahami apa artinya 'diingatkan'. Tentu saja peer masih banyak, melatih menghindari diri melakukan salah satu (bahkan salah dua tiga) dari 12 gaya parenthogenic yang sepertinya sering dilakukan tanpa sadar. Jadi, peer pertama kali adalah membiarkan saja apa reaksi adik saat dia mendapat 'pemberitahuan'. Mau menangis silakan. Ternyata, dari pengalaman sih, menangisnya adik itu yaa so so lah, seperlunya saja. Jarang sekali menjadi tantrum. Atau baru saja kakak protes karena sedang berlatih piano tiba-tiba diganggu adik. Akhirnya saya panggil adik dan bicara baik-baik kalau kakaknya harus latihan dulu. Lucu sih jawabannya, 'oh aku kan cuma bercanda doang'. Namun saya ulangi dan tegaskan untuk tidak mengganggu kakaknya lagi. Nanti kalau sudah selesai, bisa bergantian main piano. Sejauh ini sih, aman😊.
#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Baiklah, hari ini cerita tentang apa ya? Tentang kolaborasi saya (dan papanya tentu) -kakak-adik, alias kami berempat. Kaidah komunikasi produktif apa yang kami praktikkan? Hmmm...sepertinya saya baru bisa menentukan setelah selesai menulis cerita.
Adik yang sekarang berumur 4 tahun sepertinya sedang menjalani fase 'sensitif'. Setiap ucapan nasehat, mengingatkan, memberitahu sering dianggap sedang memarahi dirinya. Siapapun itu, kami orangtuanya ataupun kakak, padahal intonasi suara kami biasa saja. Kalau sudah begitu, biasanya sih ujungnya akan menangis, minimal prembik-prembik alias agak mewek.
Akhirnya saya dan paksu sepakat, sepertinya ini sudah saatnya adik untuk lebih memahami apa artinya 'diingatkan'. Tentu saja peer masih banyak, melatih menghindari diri melakukan salah satu (bahkan salah dua tiga) dari 12 gaya parenthogenic yang sepertinya sering dilakukan tanpa sadar. Jadi, peer pertama kali adalah membiarkan saja apa reaksi adik saat dia mendapat 'pemberitahuan'. Mau menangis silakan. Ternyata, dari pengalaman sih, menangisnya adik itu yaa so so lah, seperlunya saja. Jarang sekali menjadi tantrum. Atau baru saja kakak protes karena sedang berlatih piano tiba-tiba diganggu adik. Akhirnya saya panggil adik dan bicara baik-baik kalau kakaknya harus latihan dulu. Lucu sih jawabannya, 'oh aku kan cuma bercanda doang'. Namun saya ulangi dan tegaskan untuk tidak mengganggu kakaknya lagi. Nanti kalau sudah selesai, bisa bergantian main piano. Sejauh ini sih, aman😊.
#level1
#day9
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Sabtu, 10 Juni 2017
Berlatih Melihat
Wah wah wah, mulai akrobat nih😵
Sebetulnya menulis cerita itu sendiri relatif mudah. Alhamdulillah, akses internet juga masih bersahabat. Mendengar cerita beberapa teman seperjuangan di kuliah Bunda Sayang ini yang menemui kendala teknis akses internet, saya bersyukur banget sih.
Yang tidak mudah ternyata 'menangkap momen'. Hari 1-6, masih bisa berurutan. Habis itu deh, mulai😬...
Hari ini saya mencoba belajar komunikasi produktif dengan paksu.
Judulnya 'choose the right time'. Sebetulnya memilih waktu yang tepat ini sudah cukup lama saya praktikkan. Saya sudah mulai bisa bahkan menjadikan bahasa tubuh paksu sebagai patokan untuk memulai sebuah pembicaraan, baik pembicaraan ringan sehari-hari ataupun yang sifatnya 'penting dan darurat'. Sepertinya kaidah pemilihan waktu yang tepat dan 7-38-55 itu tidak bisa dipisahkan kalau saya berkomunikasi (terutama hal serius) dengan paksu.
Tadi kami terpaksa berbuka diluar rumah karena kebetulan harus pergi untuk suatu keperluan. Ternyata saat memilih makanan saya salah menyebutkan pesanan. Dan paksu lah yang pertama kali menyadari saat melihat struk pembayaran. Reaksi pertama saya tentu saja meminta maaf dan menawarkan bertukar makanan, tapi dia menolak. Setelah itu (menurut saya) ekspresi wajahnya berubah. Melihat perubahan ini tadinya saya sudah mau cepat-cepat kembali ke kasir dan menambah pesanan saja. Atau setidaknya saya hampir berbicara panjang lebar untuk mencoba 'menghiburnya'. Tapi akhirnya saya mengurungkan semua niat gak jelas itu, khawatir malah membuat diri saya terlihat makin konyol.
Tak lama, setelah pesanan datang dan sambil menikmati makanan (yang salah itu) dia mulai ngobrol seperti biasa. Ternyata ada hal yang mengganggu benaknya. Ya, betul sih, namanya manusia, dalam waktu bersamaan berbagai hal bisa berkecamuk dalam pikiran. Termasuk urusan salah pesan makanan yang mungkin sudah dibayangkan saat pertama kali datang. Dan itu bisa menghasilkan bahasa tubuh, termasuk ekspresi wajah yang berbeda-beda.
Pelajaran penting bagi saya, kapan harus memutuskan perlu bicara (saat itu juga) atau tidak atau ditunda. Kalau iya, lihat bahasa tubuh dan lihat waktu yang pas. Menilai bahasa tubuh juga perlu dilatih. Persepsi kita bisa jadi sangat salah atau sebagian salah, tapi bisa juga benar. Dan itu harus diputuskan dalam waktu beberapa menit bahkan detik😌
#level1
#day8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Sebetulnya menulis cerita itu sendiri relatif mudah. Alhamdulillah, akses internet juga masih bersahabat. Mendengar cerita beberapa teman seperjuangan di kuliah Bunda Sayang ini yang menemui kendala teknis akses internet, saya bersyukur banget sih.
Yang tidak mudah ternyata 'menangkap momen'. Hari 1-6, masih bisa berurutan. Habis itu deh, mulai😬...
Hari ini saya mencoba belajar komunikasi produktif dengan paksu.
Judulnya 'choose the right time'. Sebetulnya memilih waktu yang tepat ini sudah cukup lama saya praktikkan. Saya sudah mulai bisa bahkan menjadikan bahasa tubuh paksu sebagai patokan untuk memulai sebuah pembicaraan, baik pembicaraan ringan sehari-hari ataupun yang sifatnya 'penting dan darurat'. Sepertinya kaidah pemilihan waktu yang tepat dan 7-38-55 itu tidak bisa dipisahkan kalau saya berkomunikasi (terutama hal serius) dengan paksu.
Tadi kami terpaksa berbuka diluar rumah karena kebetulan harus pergi untuk suatu keperluan. Ternyata saat memilih makanan saya salah menyebutkan pesanan. Dan paksu lah yang pertama kali menyadari saat melihat struk pembayaran. Reaksi pertama saya tentu saja meminta maaf dan menawarkan bertukar makanan, tapi dia menolak. Setelah itu (menurut saya) ekspresi wajahnya berubah. Melihat perubahan ini tadinya saya sudah mau cepat-cepat kembali ke kasir dan menambah pesanan saja. Atau setidaknya saya hampir berbicara panjang lebar untuk mencoba 'menghiburnya'. Tapi akhirnya saya mengurungkan semua niat gak jelas itu, khawatir malah membuat diri saya terlihat makin konyol.
Tak lama, setelah pesanan datang dan sambil menikmati makanan (yang salah itu) dia mulai ngobrol seperti biasa. Ternyata ada hal yang mengganggu benaknya. Ya, betul sih, namanya manusia, dalam waktu bersamaan berbagai hal bisa berkecamuk dalam pikiran. Termasuk urusan salah pesan makanan yang mungkin sudah dibayangkan saat pertama kali datang. Dan itu bisa menghasilkan bahasa tubuh, termasuk ekspresi wajah yang berbeda-beda.
Pelajaran penting bagi saya, kapan harus memutuskan perlu bicara (saat itu juga) atau tidak atau ditunda. Kalau iya, lihat bahasa tubuh dan lihat waktu yang pas. Menilai bahasa tubuh juga perlu dilatih. Persepsi kita bisa jadi sangat salah atau sebagian salah, tapi bisa juga benar. Dan itu harus diputuskan dalam waktu beberapa menit bahkan detik😌
#level1
#day8
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Kamis, 08 Juni 2017
Kritik Sehat
Memiliki dua anak dengan selisih umur 8 tahun ternyata tidak berarti semua baik-baik saja. Kakak adik yang rukun selalu karena terpaut perbedaan usia cukup jauh hanya terjadi sesekali saja. Memang sih, kalau diamati adik ternyata relatif lebih sering berinisiatif memulai sebuah adu argumen (baca: pertengkaran). Adik itu sifatnya agak jahil, senang sekali menggoda kakaknya. Kakak yang berusaha keras menahan diri agar tidak terpancing pun cukup sering akhirnya menyerah, mulai dari sehalus mungkin sampai membalas keisengan sang adik. Memukul misalnya, karena tidak mempan dinasihati, namanya juga masih sesama anak-anak, ya akhirnya balas memukul adiknya, alasannya, biar dia tahu gimana rasanya😌...
Namun, berhubung kakak adalah tipe orang yang lumayan aktif berbicara, alias ceriwis, kadang-kadang walaupun maksudnya baik, tapi kalau dia ikut-ikutan bicara saat saya menasihati adiknya, apalagi cuma kata-kata semau dia, saya merasa terganggu juga. Misalnya, saya sedang menyampaikan sesuatu, eh kakak ikutan menyahuti dari jauh, "Huu tau nih adik, hayo loh, dibilangin juga..." dan lain-lain.
Selama ini sebelumnya, dalam kondisi begitu saya masih cukup sering terbawa emosi. Akibatnya saya biasa berkata, "Kakak diem ah, berisik!". Sepertinya itu buka kritik yang baik ya. Beberapa kali terakhir saya mencoba mengatakan, "Kakak, mama sedang bicara sama adik. Kalau mau bicara, nanti gantian (ya)"... Kalau yang ini saya sedang belajar mengatur intonasi suara juga agar masukan bisa diterima dengan baik oleh kakak dan menjadi kritik yang produktif. Seringnya sih masih agak es-mo-si juga😝
#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Namun, berhubung kakak adalah tipe orang yang lumayan aktif berbicara, alias ceriwis, kadang-kadang walaupun maksudnya baik, tapi kalau dia ikut-ikutan bicara saat saya menasihati adiknya, apalagi cuma kata-kata semau dia, saya merasa terganggu juga. Misalnya, saya sedang menyampaikan sesuatu, eh kakak ikutan menyahuti dari jauh, "Huu tau nih adik, hayo loh, dibilangin juga..." dan lain-lain.
Selama ini sebelumnya, dalam kondisi begitu saya masih cukup sering terbawa emosi. Akibatnya saya biasa berkata, "Kakak diem ah, berisik!". Sepertinya itu buka kritik yang baik ya. Beberapa kali terakhir saya mencoba mengatakan, "Kakak, mama sedang bicara sama adik. Kalau mau bicara, nanti gantian (ya)"... Kalau yang ini saya sedang belajar mengatur intonasi suara juga agar masukan bisa diterima dengan baik oleh kakak dan menjadi kritik yang produktif. Seringnya sih masih agak es-mo-si juga😝
#level1
#day7
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Selasa, 06 Juni 2017
Apa Ya?
Menyadari bahwa 5 menit itu ternyata cepat sekali-untuk bisa menikmati bermain hape, adik mulai menolak metode alarm. 5 menit iya, tapi pelaksanaannya ya sesuka hatinya😁. Di sisi saya, kesepakatan harus terus ditegakkan. Akibatnya siang tadi mau tidak mau terjadi argumentasi dengan adik. Setelah 5 menit sudah berlalu ia keukeuh masih mau melanjutkan. Senjata andalan pun dikeluarkan, menangis.
Saya membayangkan sejenak, kalau mau praktis, ya sudah saya berikan saja lagi hapenya dan membiarkan dia bermain sampai puas, pasti dia akan berhenti menangis. Atau saya marah sambil mengomel, “Pokoknya enggak boleh main hape lagi!” Tapi ini artinya saya tidak mau berusaha memperbaiki diri. Akhirnya saya berkata dengan intonasi suara biasa, tanpa emosi, tapi cukup tegas, “Adik, kita kan sudah sepakat kalau mau pake hape mama 5 menit saja, dan harus pake alarm ya. Kalau adik enggak mau, ya enggak usah pinjam hape mama…”. Responnya, ya masih menangis, tapi saya tahu sih itu hanya menangis sekadarnya. Dia juga tidak memaksa lagi. Saya pernah membaca beberapa artikel tentang pengasuhan anak. Mereka juga sebenarnya iseng-iseng berhadiah sih, siapa tahu usaha-usaha berikutnya membuahkan hasil😜. Seberapa besar sih orangtuaku bisa konsisten dengan ucapannya? Sebagai penutup drama hape 5 menit, saya ajak saja adik untuk tidur siang, kebetulan mata ini juga sudah sepet banget😌. Adik pun menerima tawaran saya dengan baik.
Jadi, sepertinya poin komunikasi produktif yang saya latih tadi siang yaitu...apa ya?...mmm mungkin kembali mengendalikan intonasi suara-kah? Agak bingung deh, mungkin lebih tepat ‘belajar negosiasi’😉
#level1
#day6
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Senin, 05 Juni 2017
Berlatih Memberi Pilihan
Pagiiii😄😍 Alhamdulillah, sepertinya pagi ini perasaan saya sudah mulai membaik. Setelah konsultasi pada psikolog terbaik di dunia, yang siap dicurhatin 24/7/365 dan sedikiiit membagi uneg-uneg pada kakak sepupu yang memiliki pengalaman hidup jauh lebih banyak, hati lebih plong! Pada hakikatnya hidup kan ya seperti ini, hati pun seperti ini, apalagi keimanan, bisa naik turun. Yang penting tetap yakin bahwa semua perjalanan hidup kita sudah diatur Allah SWT dan selalu berusaha bisa mengambil hikmah atas peristiwa, mudah-mudahan langkah kita tetap tegak, walaupun kadang-kadang ditiup angin kencang😁
Baiklah, mumpung masih semangat, sepertinya pagi ini saya ingin melatih poin "Mengganti perintah dengan pilihan". Ini tantangan lho! Supaya semua urusan lancar jaya, rupanya saya terbiasa memberi perintah pada anak-anak. "Adik, ayo mandi, ayo bobo, ayo makan, pakai baju itu ya, sudah disiapkan" dan sejenisnya lah. Sebelas dua belas dengan kakak. "Kakak, ayo belajar, ayo makan dulu, sana mandi dulu" dan lain-lain. Padahal sudah 12 tahun lho😂. Bisa jadi memang kadang-kadang orangtua sendiri yang 'mengkerdilkan' anak-anaknya. Kalau saya, alasan pertama, sudah terlalu menjadi kebiasaan, jadi spontan saja. Alasan kedua, mau yang praktis, cepat, tidak usah banyak usaha hahaha. Iya kan? Kalau semua sudah saya diktekan, kan enak😝. Anak-anak ibarat robot, kalau mau komplain bisa saya 'cut', target urusan rumah pun tercapai.
Maaf ya anak-anak. Alhamdulillah, saya masih diberi jalan untuk memperbaiki diri dan mencari ilmu kehidupan. Mudah-mudahan belum ada kata terlambat🤗.
Saat mengajak adik sarapan, hampir saja saya langsung menyebutkan satu pilihan. Akhirnya saya belajar memberi 3 pilihan. Sarapan roti panggang mentega, nasi dan ayam atau nasi dan ikan? Ternyata, dia memilih salah satu makanan favoritnya. Roti panggang yang dioles mentega. Kemudian dia melanjutkan order, tapi dipotong segitiga. Apa yang saya tangkap ternyata berbeda dengan maksudnya. Tadinya saya pikir dua lembar roti tawar, ditumpuk kemudian dipotong menjadi dua buah segitiga. Setelah berdiskusi lebih lanjut ternyata maksudnya, selembar roti dipanggang lalu dipotong menjadi segitiga, barulah dipotong. Setelah jelas, barulah saya kerjakan. Lalu saya juga bertanya, mau berapa rotinya? Tadinya dia menjawab 5. Namun khawatir terlalu banyak dan kalau tidak habis, saya menyarankan dikurangi. Akhirnya dia memilih minta 3 lembar roti. Alhamdulillah, dia konsisten menghabiskan pilihannya itu😊.
Setelah beberapa hari tertunda, walaupun sudah memasuki Ramadhan hari ke10, akhirnya saya 'meminta' kakak menyusun sendiri jadwal hariannya selama masa liburan ini. Saya hanya mengingatkan kakak agar memasukkan kegiatan latihan IXL, mengenal coding dan menulis blog dalam jadwalnya. Tentunya kegiatan berburu pahala Ramadhan harus ada didalamnya. Jangan lupa harus ada jam istirahat. Tidak sampai 20 menit dia menyelesaikan pembuatan jadwal harian. Dan sekarang kakak sudah mulai mencoba melaksanakan apa yang sudah dibuatnya sendiri. Saya berencana untuk melakukan evaluasi sih, tentunya setelah dia merasakan dahulu semua hasil perencanaannya.
#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Baiklah, mumpung masih semangat, sepertinya pagi ini saya ingin melatih poin "Mengganti perintah dengan pilihan". Ini tantangan lho! Supaya semua urusan lancar jaya, rupanya saya terbiasa memberi perintah pada anak-anak. "Adik, ayo mandi, ayo bobo, ayo makan, pakai baju itu ya, sudah disiapkan" dan sejenisnya lah. Sebelas dua belas dengan kakak. "Kakak, ayo belajar, ayo makan dulu, sana mandi dulu" dan lain-lain. Padahal sudah 12 tahun lho😂. Bisa jadi memang kadang-kadang orangtua sendiri yang 'mengkerdilkan' anak-anaknya. Kalau saya, alasan pertama, sudah terlalu menjadi kebiasaan, jadi spontan saja. Alasan kedua, mau yang praktis, cepat, tidak usah banyak usaha hahaha. Iya kan? Kalau semua sudah saya diktekan, kan enak😝. Anak-anak ibarat robot, kalau mau komplain bisa saya 'cut', target urusan rumah pun tercapai.
Maaf ya anak-anak. Alhamdulillah, saya masih diberi jalan untuk memperbaiki diri dan mencari ilmu kehidupan. Mudah-mudahan belum ada kata terlambat🤗.
Saat mengajak adik sarapan, hampir saja saya langsung menyebutkan satu pilihan. Akhirnya saya belajar memberi 3 pilihan. Sarapan roti panggang mentega, nasi dan ayam atau nasi dan ikan? Ternyata, dia memilih salah satu makanan favoritnya. Roti panggang yang dioles mentega. Kemudian dia melanjutkan order, tapi dipotong segitiga. Apa yang saya tangkap ternyata berbeda dengan maksudnya. Tadinya saya pikir dua lembar roti tawar, ditumpuk kemudian dipotong menjadi dua buah segitiga. Setelah berdiskusi lebih lanjut ternyata maksudnya, selembar roti dipanggang lalu dipotong menjadi segitiga, barulah dipotong. Setelah jelas, barulah saya kerjakan. Lalu saya juga bertanya, mau berapa rotinya? Tadinya dia menjawab 5. Namun khawatir terlalu banyak dan kalau tidak habis, saya menyarankan dikurangi. Akhirnya dia memilih minta 3 lembar roti. Alhamdulillah, dia konsisten menghabiskan pilihannya itu😊.
Setelah beberapa hari tertunda, walaupun sudah memasuki Ramadhan hari ke10, akhirnya saya 'meminta' kakak menyusun sendiri jadwal hariannya selama masa liburan ini. Saya hanya mengingatkan kakak agar memasukkan kegiatan latihan IXL, mengenal coding dan menulis blog dalam jadwalnya. Tentunya kegiatan berburu pahala Ramadhan harus ada didalamnya. Jangan lupa harus ada jam istirahat. Tidak sampai 20 menit dia menyelesaikan pembuatan jadwal harian. Dan sekarang kakak sudah mulai mencoba melaksanakan apa yang sudah dibuatnya sendiri. Saya berencana untuk melakukan evaluasi sih, tentunya setelah dia merasakan dahulu semua hasil perencanaannya.
#level1
#day5
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Minggu, 04 Juni 2017
Turun
Waaahhh, hari ini saya tergelincir deh. Katanya sedang shaum, tapi kok sejak siang hati saya morat marit ya😒... Saya tahu sih ada faktor 'pencetus'. Bagaimana ya? Urusan kakak pinjem hape saja bisa bikin saya nyolot lagi. Padahal saya sudah mencoba 'metode 5 menit'. Kadang-kadang anak-anak memang meminjam hape saya. Biasanya untuk bermain game yang memang sudah lulus sensor. Tapi sering juga anak-anak mengotak-atik foto menggunakan aplikasi atau sekedar mengganti tema wallpaper. Dengan metode ini tadinya saya hanya menyampaikan secara lisan, 5 menit ya, dan berpatokan pada jam dinding (terutama adik yang memang harus diingatkan bolak balik). Namun ternyata dengan menggunakan alarm hape, adik sejauh ini sih lebih disiplin.
Sepertinya hari ini saya agak kurang melatih poin intonasi suara. Entah kenapa emosi saya agak labil. Seperti saat ini, padahal menjelang maghrib. Hati seperti mau meledak rasanya, Astaghfirullah... Akhirnya saya melatih metode menenangkan diri dulu deh. Saya coba pindah ruangan, merubah posisi duduk..wudhu belum 😑.
Kalau mau cari 'kambing hitam', sepertinya ada unsur hormonal juga sih, menurut kalender pribadi memang ini sudah masa PMS. Tapi seharusnya semua kembali ke diri kita sendiri ya. Saat hati terjaga, entah itu pengaruh hormon ataupun memang sedang mengalami kondisi lingkungan yang tidak nyaman, kita seharusnya mempunyai ambang batas untuk tetap istiqomah mengendalikan emosi ya😄
(Jadi ini tentang apa ya? Mengendalikan emosi mungkin...)
Mudah-mudahan besok cerita saya lebih baik daripada hari ini🙏
#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Sepertinya hari ini saya agak kurang melatih poin intonasi suara. Entah kenapa emosi saya agak labil. Seperti saat ini, padahal menjelang maghrib. Hati seperti mau meledak rasanya, Astaghfirullah... Akhirnya saya melatih metode menenangkan diri dulu deh. Saya coba pindah ruangan, merubah posisi duduk..wudhu belum 😑.
Kalau mau cari 'kambing hitam', sepertinya ada unsur hormonal juga sih, menurut kalender pribadi memang ini sudah masa PMS. Tapi seharusnya semua kembali ke diri kita sendiri ya. Saat hati terjaga, entah itu pengaruh hormon ataupun memang sedang mengalami kondisi lingkungan yang tidak nyaman, kita seharusnya mempunyai ambang batas untuk tetap istiqomah mengendalikan emosi ya😄
(Jadi ini tentang apa ya? Mengendalikan emosi mungkin...)
Mudah-mudahan besok cerita saya lebih baik daripada hari ini🙏
#level1
#day4
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Sabtu, 03 Juni 2017
Suara..Suara
Tema praktikum hari ini masih sama. Melatih intonasi suara saat berkomunikasi dengan anak-anak. Saya sebetulnya masih agak meragukan apakah memang sudah mulai lebih baik dalam mengendalikan emosi, hingga bisa mengatur intonasi suara atau faktor sedang shaum?😁
Memang sepertinya kemampuan makan adik tinggal sedikiiit lagi kembali normal. Makan siang dan malam belum bisa spontan seperti biasanya. Sebelum tergoda untuk berdebat lebih lanjut, akhirnya lagi-lagi saya mengalihkan acara makan siang sambil menonton tivi dan makan malam sambil membaca buku bersama.
O iya akhir-akhir ini sepertinya adik sedang tertarik untuk mengucapkan kata-kata seputar genital(ia?) dan kata-kata bermakna konotasi. Cukup sering adik menyisipkan beberapa kata ini ditengah ucapannya. "Pan*at ayo kita pergi, ayam sudah e*k, ayo rusak piano dan lain-lain". Pokoknya senang ngomong 'ngaco' dan sebetulnya dia sadar kalau itu tidak baik. Ujung-ujungnya sambil tertawa dia berkata, "Maaf ma, bercanda hahaha..." Kegiatan bab-bak pun bisa dengan cerianya dibuat cerita😌 Ini memang salah satu fase wajar anak-anak seperti yang pernah saya baca. Saya harus kreatif untuk mengalihkan kalimat-kalimatnya sambil mengendalikan intonasi suara agar adik paham bahwa kata-kata itu harus digunakan sesuai konteks.
#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Memang sepertinya kemampuan makan adik tinggal sedikiiit lagi kembali normal. Makan siang dan malam belum bisa spontan seperti biasanya. Sebelum tergoda untuk berdebat lebih lanjut, akhirnya lagi-lagi saya mengalihkan acara makan siang sambil menonton tivi dan makan malam sambil membaca buku bersama.
O iya akhir-akhir ini sepertinya adik sedang tertarik untuk mengucapkan kata-kata seputar genital(ia?) dan kata-kata bermakna konotasi. Cukup sering adik menyisipkan beberapa kata ini ditengah ucapannya. "Pan*at ayo kita pergi, ayam sudah e*k, ayo rusak piano dan lain-lain". Pokoknya senang ngomong 'ngaco' dan sebetulnya dia sadar kalau itu tidak baik. Ujung-ujungnya sambil tertawa dia berkata, "Maaf ma, bercanda hahaha..." Kegiatan bab-bak pun bisa dengan cerianya dibuat cerita😌 Ini memang salah satu fase wajar anak-anak seperti yang pernah saya baca. Saya harus kreatif untuk mengalihkan kalimat-kalimatnya sambil mengendalikan intonasi suara agar adik paham bahwa kata-kata itu harus digunakan sesuai konteks.
#level1
#day3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Komunikasi Yang Disadari
Kalau dipikir-pikir game ala kelas Bunda Sayang IIP ini memang menantang ya. Bayangkan, instruksinya adalah praktik pada hari itu dan langsung dilaporkan pada hari yang sama. Saya belum bisa membayangkan sih materi-materi berikutnya itu akan seperti apa, tapi jujur saja namanya berkomunikasi itu kan sesuatu yang sifatnya spontan. Yaa bisa sih direncanakan, tapi lucu juga membayangkan 'hari ini mau berkomunikasi tentang apa dan bagaimana ya?' hehehe... Memang sih yang diminta bukan materi komunikasi alias isi pembicaraan, tapi bentuk komunikasi produktif apa yang sudah dijalankan...
Eniwei...saya coba mengumpulkan lagi memori kebersamaan bersama anak-anak pada hari ini. Sesuai niat awal, poin yang ingin saya praktikkan sebetulnya adalah melatih intonasi dan suara ramah. Tapi sepertinya poin ini terkait dengan masalah pengendalian emosi dan kesabaran ya. Intonasi suara yang ramah hanya akan bisa muncul saat hati tidak emosi, pikiran jernih dan ikhlas menjiwai kebersamaan dengan anak-anak. Tanpa distraksi pikiran-pikiran lain apalagi kehadiran gawai😉.
Hari ini sebetulnya kondisi adik sudah semakin baik, termasuk urusan selera makan. Sempat saat mandi pagi dan mencoba sikat gigi sendiri lagi, dia mengeluh kesakitan. Mungkin agak terlalu kencang dan menyentuh sisa luka sariawan. Akibatnya menjelang siang sedikit ada gtm, adik tidak mau bicara jelas, hanya mmm seraya menutup mulut rapat-rapat. Begitu juga saat mulai makan siang, sepertinya ada kesulitan menelan lagi alias diemut. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dilakukan adik, bahkan saat belajar makan dahulu. Pertama kali, ya saya mencoba meredam emosi yang otomatis muncul saat menghadapi kondisi ini. Setelah itu ya berupaya membujuk adik, mengingatkan dengan selembut mungkin kalau mulutnya sudah sembuh. Tidak usah takut makan. Akhirnya lagi-lagi saya menggunakan gawai untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak terlalu fokus pada makanan🙄.
Berbicara dengan kakak juga ternyata membutuhkan kesabaran. Di usianya yang 12 tahun ini jenis pertanyaan yang diajukan ternyata lumayan variatif dan tidak jarang mendapat pertanyaan yang mengejutkan. Belum lagi salah satu sifat dasar anak sulung saya ini ada 'senang berbicara, senang bercerita' alias ceriwis. Ternyata saat saya sedang mengerjakan atau memikirkan hal lain atau sedang agak letih, rentetan pertanyaan atau sekedar cerita berbagai hal di benaknya, bisa agak memancing emosi saya. Belum lagi intonasi bicaranya yang kadang-kadang tinggi-ya bagi dia mungkin itu biasa saja sih. Tapi bagi saya hal-hal kecil semacam itu kalau waktunya tidak pas, malah membuat saya jadi nyolot jaya. Bedanya, pada hari ini saya justru merasa 'selalu berada di bawah kesadaran' penuh saat mengalami momen-momen ini. Mungkin karena alam bawah sadar saya mengingatkan dan meniatkan untuk 'aware' saat berbicara dengan anak-anak dalam kondisi apapun. Dampaknya, saat saya mulai terpancing untuk berbicara agak nyolot, Alhamdulillah saya seperti tersadarkan dan lekas-lekas merubah intonasi suara.
Intinya, tetap 'sadar sepenuhnya' setiap saat itu penting. Apalagi saat bercengkrama dengan anak-anak. Urusan lain seputar pekerjaan rumah tangga, pekerjaan di luar bahkan saat mendapat masalah berat yang mengganggu pikiran harus disimpan sejenak di 'folder' lain didalam otak saat anak-anak mulai meminta perhatian kita sebagai orangtuanya. Pusatkan konsentrasi sepenuhnya untuk bisa memaksimalkan saat-saat ini karena momen bersama anak-anak tidak akan pernah bisa diulang sebagaimana urusan beberes rumah yang masih bisa diatur-atur pelaksanaannya. Idem sih untuk urusan berkomunikasi dengan pasangan😉
#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Eniwei...saya coba mengumpulkan lagi memori kebersamaan bersama anak-anak pada hari ini. Sesuai niat awal, poin yang ingin saya praktikkan sebetulnya adalah melatih intonasi dan suara ramah. Tapi sepertinya poin ini terkait dengan masalah pengendalian emosi dan kesabaran ya. Intonasi suara yang ramah hanya akan bisa muncul saat hati tidak emosi, pikiran jernih dan ikhlas menjiwai kebersamaan dengan anak-anak. Tanpa distraksi pikiran-pikiran lain apalagi kehadiran gawai😉.
Hari ini sebetulnya kondisi adik sudah semakin baik, termasuk urusan selera makan. Sempat saat mandi pagi dan mencoba sikat gigi sendiri lagi, dia mengeluh kesakitan. Mungkin agak terlalu kencang dan menyentuh sisa luka sariawan. Akibatnya menjelang siang sedikit ada gtm, adik tidak mau bicara jelas, hanya mmm seraya menutup mulut rapat-rapat. Begitu juga saat mulai makan siang, sepertinya ada kesulitan menelan lagi alias diemut. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dilakukan adik, bahkan saat belajar makan dahulu. Pertama kali, ya saya mencoba meredam emosi yang otomatis muncul saat menghadapi kondisi ini. Setelah itu ya berupaya membujuk adik, mengingatkan dengan selembut mungkin kalau mulutnya sudah sembuh. Tidak usah takut makan. Akhirnya lagi-lagi saya menggunakan gawai untuk mengalihkan perhatiannya agar tidak terlalu fokus pada makanan🙄.
Berbicara dengan kakak juga ternyata membutuhkan kesabaran. Di usianya yang 12 tahun ini jenis pertanyaan yang diajukan ternyata lumayan variatif dan tidak jarang mendapat pertanyaan yang mengejutkan. Belum lagi salah satu sifat dasar anak sulung saya ini ada 'senang berbicara, senang bercerita' alias ceriwis. Ternyata saat saya sedang mengerjakan atau memikirkan hal lain atau sedang agak letih, rentetan pertanyaan atau sekedar cerita berbagai hal di benaknya, bisa agak memancing emosi saya. Belum lagi intonasi bicaranya yang kadang-kadang tinggi-ya bagi dia mungkin itu biasa saja sih. Tapi bagi saya hal-hal kecil semacam itu kalau waktunya tidak pas, malah membuat saya jadi nyolot jaya. Bedanya, pada hari ini saya justru merasa 'selalu berada di bawah kesadaran' penuh saat mengalami momen-momen ini. Mungkin karena alam bawah sadar saya mengingatkan dan meniatkan untuk 'aware' saat berbicara dengan anak-anak dalam kondisi apapun. Dampaknya, saat saya mulai terpancing untuk berbicara agak nyolot, Alhamdulillah saya seperti tersadarkan dan lekas-lekas merubah intonasi suara.
Intinya, tetap 'sadar sepenuhnya' setiap saat itu penting. Apalagi saat bercengkrama dengan anak-anak. Urusan lain seputar pekerjaan rumah tangga, pekerjaan di luar bahkan saat mendapat masalah berat yang mengganggu pikiran harus disimpan sejenak di 'folder' lain didalam otak saat anak-anak mulai meminta perhatian kita sebagai orangtuanya. Pusatkan konsentrasi sepenuhnya untuk bisa memaksimalkan saat-saat ini karena momen bersama anak-anak tidak akan pernah bisa diulang sebagaimana urusan beberes rumah yang masih bisa diatur-atur pelaksanaannya. Idem sih untuk urusan berkomunikasi dengan pasangan😉
#level1
#day2
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Kamis, 01 Juni 2017
Adik Sayang
Hari ini sebetulnya sudah mulai memasuki hari pertama tantangan 10 hari materi pertama kelas Bunda Sayang. Jujur saja saya ketar ketir galau gamang, bahkan sempat ingin bubar jalan. Walahhh, mulai saja belum, masa sudah mau menyerah sih😬. Bagaimana tidak ketar ketir, Tara, 4 tahun terakhir makan nasi dan lauk yaitu hari Senin pagi yang lalu, setelah itu total berhenti. Qadarullah Allah menguji anak-anak saya dengan terkena virus HFMD alias flu Singapura. Ternyata selain bintik merah di telapak tangan dan kaki, adik terpapar sariawan parah di mulutnya. Selain menolak mentah-mentah makanan apapun, dia juga mogok bicara alias menutup mulut rapat-rapat. Sering dia menangis tersedu-sedu karena saat diam pun mulutnya pun terasa cukup nyeri. Walaupun demikian Alhamdulillah adik masih mau minum walaupun dengan penuh bujukan, mudah-mudahan tidak terkena dehidrasi.
Lalu praktik komunikasi produktif macam apa yang bisa saya lakukan dalam kondisi semacam ini? Emosi naik turun seperti roller coaster. Untuk sekedar bicara santai dengan kakak dan suami pun sepertinya saya merasa kesulitan, pikiran jumpalitan tidak karuan, ekspresi wajah saya sudah pasti terlihat stres, kaku, sesekali uring-uringan tidak jelas. Padahal baru saja mulai Ramadhan😫…
Alhamdulillah, upaya membujuk adik bagian kedua-dengan membeli Pizza H*t siang tadi membuahkan hasil. Sebelumnya bujukan menggunakan sup miso dan beberapa lauk khas H*kben hanya berhasil memasukkan sekitar 3 sdm kuah sup saja. Ternyata sebetulnya dan sepertinya sariawan di mulut sudah hampir sembuh. Adik lebih ‘trauma berat’ pada rasa sakit itu sendiri. Setelah tadi siang saya merasa bersyukur dan senang dengan kondisi adik yang sudah mau makan, maka pada sore harinya saya kembali tersungkur. Adik kembali menutup mulut rapat-rapat, menolak bicara apalagi makanan.
Jujur saja tadi siang pun saya sempat menggunakan ‘ancaman’ diinfus saja kalau memang tidak mau makan (dan ada intonasi suara tinggi-mungkin semi membentak😥). Ternyata ini memberi efek membuka mulut dan bisa memasukkan makanan, termasuk ½ gelas jus semangka dengan lancar jaya. Ketika sore harinya saya mencoba menawarkan makanan lagi, ternyata tiba-tiba adik gtm lagi. Akhirnya lagi-lagi saya melancarkan jurus ‘ancaman’. Gagal. Adik hanya diam sambil menunjukkan bahasa tubuh menolak!.
Saat adzan maghrib tiba, saya berbuka puasa dengan hati yang ‘fragile’, rasanya ingin menangis saja. Setelah sholat maghrib saya benar-benar bingung harus bersikap bagaimana lagi pada adik karena ternyata bentakan-bentakan kecil saya selama beberapa hari ini telah menorehkan luka tambahan di hatinya. Setiap malam tidurnya gelisah, sering terbangun dalam keadaan menangis. Bahkan puncaknya tadi sore dia tertidur dalam keadaan terisak-isak, dan tiba-tiba terbangun sambil menangis seraya memeluk saya dan mengucap maaf ma...😭
Doa saya setelah sholat maghrib tadi adalah, saya bingung ya Allah, saya tidak mau memaksa adik makan lagi, tapi saya juga khawatir karena dia kurang asupan, tolong tunjukkan jalan-Mu… Ndilalah, suami mengajak kakak tarawih ke mushola. Saya pun mendatangi adik dan hanya memeluknya. Saya coba rendahkan suara serendah-rendahnya, seraya menahan diri agar tidak menangis. Saya ajak bicara pelan-pelan, berkali-kali meminta maaf padanya dan berkata pada adik bahwa mama sedih sekali kalau adik tidak mau makan, padahal mulut adik kan sudah sembuh. Sedikit titik air mata sengaja saya ijinkan keluar (air mata beneran sih). Adik mau makan apa? Mama siapkan deh...dan Alhamdulillah dia merengkuh saya, memberi senyum yang indaaaah sekali seraya menjawab, mau mie. Segera saya ke dapur dan membuat sepiring mie rebus ala anak-anak. Supaya tetap bisa mengalihkan perhatian agar tidak terlalu fokus pada makanan, saya suap adik sambil bermain fun thinker.
Alhamdulillah, mie yang tersisa ¼ bagian ternyata dilanjutkan lagi dan adik makan sendiri seperti biasanya.
Peer masih banyak, tapi saya ingin melatih diri menggunakan intonasi suara ramah dahulu pada anak-anak, karena memang semua perlu dilatih. Saya tidak ingin menyesali emosi sesaat yang berdampak buruk di masa depan anak-anak😆
#level1
#day1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbunsayiip
Percobaan (2)
Waaa, sudah waktunya 'menghidupkan' blog ini lagi :)...
Semangat, semangat, semangat!!!
Persiapan menjalani kelas Bunda Sayang😄 bersama Institut Ibu Profesional
Semangat, semangat, semangat!!!
Persiapan menjalani kelas Bunda Sayang😄 bersama Institut Ibu Profesional
Langganan:
Postingan (Atom)