Sabtu, 23 Juli 2016

Fase Malas





     Wah saya punya hutang banyak nih. Bersembunyi dibalik sekian alasan yang dibuat-buat untuk tidak membuat tulisan.
Baiklah, apa yang yang akan saya ceritakan kali ini? Long weekend  Mei 2016.
     Saat ini saya berada di Bandung, kota tempat saya dibesarkan. Bandung Jakarta sekarang sudah bisa dicapai dengan waktu yang singkat, kalau ngebut lewat tol Cipularang dan yang jelas jalanan lengang, tidak sampai 3 jam. Walaupun demikian,  keluarga mungil saya termasuk tidak terlalu sering mudik ke Bandung. Weekend yang ada harus dialokasikan untuk beberapa kegiatan. Kunjungan ke rumah ortu suami sudah menjadi agenda tetap. Selain kegiatan keluar rumah kadang-kadang kami juga hanya ingin leyeh-leyeh saja di rumah, beristirahat atau beres-beres sekedarnya.
      Berkunjung ke Bandung saat longweekend memang harus siap menghadapi konsekuensinya, kemacetan dimana-mana. Beberapa teman saya yang mudiknya ke Bandung, justru malah memilih untuk tidak pulang saat longweekend, malas katanya. Biasanya kami pun memutuskan untuk berdiam saja dirumah kalaupun kami ingin ke Bandung, seperti kali ini.
     Berjalan pagi keliling kompleks, menikmati jajanan yang dijual pedagang keliling atau membaca koleksi buku yang ada di rumah sudah cukup membahagiakan. Berhenti sejenak dari rutinitas emak-emak rumah tangga biasanya malah membuat saya lebih bersemangat saat kembali ke Jakarta. Bertemu ibu bapak tetangga yang sebaya dengan orang tua saya atau teman-teman saat kecil juga rasanya menyenangkan. Yang paling membuat kami bersyukur adalah kami bisa berlibur dan menginap di Bandung gratis tis tis tis :).

gambar diambil dari dragonefiles.com

# uut day 24 - 6 Mei 2016

(Masih) Urusan Nyampah Di Rumah



  
     Perlahan-lahan urusan bebersih rumah mulai terlihat hasilnya. Sampai tadi pagi saya masih asyik bermain dengan debu dan kotoran. Sejak awal niat bebersih besar-besaran saya sudah memberi perintah pada otak ada beberapa 'aturan main' pada kegiatan ini :
1. Dilarang membeli wadah, container plastik dan barang-barang apapun untuk alasan penyimpanan
2. Wajib menggunakan area penyimpanan skala apapun yang bersifat existing alias memang sudah ada dirumah
3. Dilarang mengeluarkan apalagi membuang barang-barang 'bersejarah' yang ada dirumah ini - dan bukan milik saya pastinya
4. Terkait aturan nomor 2, berarti kalau saya membutuhkan container maka penghuni lama harus dikeluarkan dahulu, bisa dibuang kalau memang sudah rusak atau dihibahkan saja
5. Saya harus menemukan tata letak alias lay out ruang yang seminimalis mungkin
6. Prinsip utama : setiap barang harus mempunyai status yang jelas (manfaatnya apa) dan pemilik yang jelas serta tidak ada barang yang tidak punya tempat, semua harus punya 'rumah' masing-masing.
setiap benda PASTI punya komunitas dan habitat masing-masing

7. Jangan menunda-nunda mengembalikan barang tercecer ke rumah masing-masing
     Buku, kertas, printilan yang statusnya abu-abu sering menjadi bibit timbunan baru bila tidak segera diberi status yang jelas. Hehehe, saya sedang belajar terus mengambil hikmah baik dan penting dari kedua bude saya. Sejak dulu rumah mereka selalu terlihat nyaman dan rapi. Padahal kalau dilihat jumlah barang juga banyak, tapi kok rasanya tetap nyaman ya? Sampai-sampai saya berkata pada mas sulung "Kalau mbah Y tinggal di rumah ini mas, bisa-bisa rumah kita jauh lebih rapi daripada sekarang ya :P"
     Masih ada beberapa sisa pekerjaan tapi sudah lebih ringan, mudah-mudahan flu ini juga ikut berkurang seiring berkurangnya interaksi dengan Mr. Dust.

gambar diambil dari moje-pandemonium.blogspot.com

# (uut ) day 23- 2 Mei 2016

Kamis, 21 Juli 2016

Ringkihnya Hati Dan Jiwa




      Perjuangan terberat seorang manusia adalah melawan dirinya sendiri. Sebelum berhasil menciptakan prestasi dihadapan manusia lain, pasti sebelumnya harus bisa berjibaku memilah dan memilih begitu banyak bisikan hati hingga tubuh dan jiwanya kompak menjadi satu sosok yang siap berkarya.
     Saat saya memanjatkan doa terutama menjelang pagi ada beberapa kalimat yang selalu saya sampaikan pada Allah SWT.
1. Memohon ampunan atas dosa dahulu, sekarang dan yang akan datang
2. Memohon bimbingan dan tuntunan-Nya dalam menjalani berbagai kewajiban, rencana, amanah hari ini
3. Memohon perlindungan dari segala mara bahaya, musibah dunia dan akhirat, keburukan, kecelakaan, kejahatan makhluk-Nya
4. Memohon perlindungan agar diri saya tidak menjadi pelaku kejahatan, keji dan munkar dan
5. Memohon perlindungan dari penyakit hati, ruhiyah, penyakit jiwa, psikis, stres, depresi dan lain-lain

      Saya sadar dan khawatir, jiwa dan hati sama-sama rentan penyakit, sebagaimana jasmani ini. Setiap manusia pasti bisa stres. Jangankan depresi karena mengalami masalah berat, rutinitas sehari-hari yang dilakukan begitu-begitu saja bisa membuat orang stres tanpa sadar. Kalau hati dan iman sedang 'down' sasaran terdekat seorang ibu sudah pasti keluarganya. 'Atas nama menasehati anak', bisa jadi sebenarnya adalah pelampiasan masalah yang terpendam, Na'udzubillahi min dzalik
     Berapa banyak kengerian yang terjadi akibat menghilangnya kewarasan seorang ibu yang rusak akibat tumpukan masalah bertahun-tahun?  Saya pernah marah-marah pada balita saya suatu hari hanya karena saya sedang merasa tidak fit, dan sepertinya siang itu dia juga sedang merasa tidak enak badan sehingga sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Bahkan untuk duduk sejenak pun tidak bisa, dia akan menangis keras-keras. Kalau bukan Allah yang menjaga, bisa jadi tangan ini sudah melakukan praktik melenceng pada tubuhnya. Anak saya tidak salah. Pasti jiwa dan hati saya saat itu sedang turun, akibatnya saya hanya bisa marah-marah, kemarahan yang tidak bermakna. 
      Memang yang selama ini saya rasakan, saat fisik sedang mengalami penurunan kondisi ternyata hati seperti menjadi labil, fragile, kalau bekal pedekate pada Allah tidak banyak maka tidak lama hati jadi ikutan sakit juga:( Itulah sebabnya kita harus terus meningkatkan rasa ketergantungan, kecanduan kita pada Allah, posisikan Allah di prioritas paling atas. Sebuah nasehat dari ulama yang pernah saya dengar, "Allah dulu, Allah sekarang, Allah kemudian..." (maaf saya agak lupa konteks kalimat tepatnya). Intinya saat kita menjadikan Allah sebagai yang utama dalam hidup, insya Allah, walaupun ringkih semoga kita tetap terlindung dan terjaga dari perbuatan dzalim
 
# day 22 - 1 Mei 2016

Nyampah Di Rumah (2)




     Akhirnya ini memasuki hari kedua proses beres-beres besar, mmm tidak sebesar itu juga sebenarnya. Kemarin saya berhasil menghibahkan sekitar satu gerobak mini milik Mr G, bungkusan pakaian, dewasa, anak, bayi, jilbab yang statusnya sudah pensiun tapi masih layak pakai. Selain itu satu buah keresek jumbo berisi barang peninggalan para mantan asisten rumah tangga juga berhasil dikeluarkan dari lemari. Efeknya saya memiliki satu area penyimpanan tertutup baru di belakang, lumayan.
     Tadi saya sukses merapikan meja belajar mas sulung. Is it really still my job to do this thing? Sepertinya sang pemilik pun belum terlalu perduli dengan kebersihan dan kerapihannya.  Kata suami saya, meja belajar kayu-kuno dan sangat berat ini-peninggalan almarhumah eyang putri saya ini lebih pantas disebut area penyimpanan daripada meja belajar. Mas sulung pun bisa dibisa sangat jarang belajar di meja ini, kenapa ya?
     Kemarin saya sempat mengalami rasa 'buntu otak' untuk sesaat. Bingung harus mulai darimana, tapi pikiran saya sudah memberi instruksi untuk segera mulai proses ini. Akibatnya malah sempat merasa hoream ngapa-ngapain. 
Alhamdulillah, ba'da Ashar akhirnya saya seperti mendapat titik terang harus mulai darimana. Pekerjaan yang dilakukan selama sekitar 3 jam, bermain dengan debu, sempat membuat tepar dimalam harinya, asli tepar! Mungkin karena bersamaan dengan hidung yang terasa mulai pengar seperti gejala flu.
     Ternyata begitu kegiatan ini dimulai, otak seperti otomatis berpikir dan berpikir terus menerus urusan beres-beres rumah. Saat ingin istirahat seolah-olah berpikir berikutnya beresin A, terus B, yang C harus begini begitu...Cape sih, tapi setelah melihat hasilnya, ya agak terobati lah, rumah terasa lebih lega karena barang-barang lumayan berkurang. Semoga berkurang juga tempat nangkring para debu dirumah ini.
www.hippoquotes.com


# (status utang day 21) - 29 April 2016

Selasa, 05 Juli 2016

Bagaimana (kira-kira) Rasanya Buta Huruf?


 
         
kokaspeles.lv
 
Tulisan ini terinspirasi saat saya dalam sebuah perjalanan. Tiba-tiba saja terbayang apakah ada pengendara kendaraan yang tidak bisa membaca? Mungkin kalau gambar yang terdapat di rambu lalu lintas bisa dihapalkan, bagaimana dengan nama daerah? Misalkan gerbang tol A 500 meter lagi, kalau mau ke B 500 meter lagi dan rambu lainnya yang berisi tulisan.

     Sebagai manusia yang Alhamdulillah bisa baca tulis, saya mencoba membayangkan apa yang ada di benak orang yang buta huruf. Tapi mungkin harus diperjelas definisinya ya. Saya ini tidak buta huruf latin, tapi saya sangat buta huruf kanji Jepang, Mandarin, Thailand, Korea apalagi Rusia.

     Ya seperti ini mungkin rasanya. Sebagai warga dunia bisa membaca huruf latin adalah sebuah hal umum, mungkin sama seperti penggunaan bahasa Inggris.

Kalau begitu tidak perlu sombong karena kita masih punya begitu banyak kelemahan sebagai manusia. Pertanyaan berikutnya apakah di usia sekarang saya masih bisa belajar aksara bahasa-bahasa lain? Honocoroko saja masih buta...



# day 20 - 27 April 2016

Sekolah Lagi





     Tadinya saya bermaksud menjadikan judul tulisan ini untuk tulisan diatas. Namun setelah dipikir-pikir rasanya agak kurang cocok, hingga akhirnya saya coba buat isi tulisan yang sesuai dengan judul 'Sekolah Lagi'. Masih agak berhubungan dengan tulisan sebelumnya, menyangkut dunia pendidikan (saya).
     Sempat terpikir untuk melanjutkan S2 saat akhir masa kuliah S1. Tapi... IP saya sangat 'memprihatinkan' kalau angka IP 'minimal' itu dijadikan patokan melamar kerja atau mencari beasiswa. Padahal IP saya yah begitu lah. Tidak ada selembar daun pun di bumi yang terlepas dari dahannya tanpa seiijin Allah. Berarti kalau sejarah yang terjadi adalah begitu lulus, tepatnya menjelang lulus S1 saya menikah dan ditetapkan untuk lekas punya anak, sehingga saya memang belum pernah mencicipi dunia kerja apalagi melanjutkan sekolah, itu juga atas ijin Allah kan? #bukan ngeles#
     Sampai hari ini kadang masih ada perasaan ingin sekolah lagi, sekolah formal maksudnya. Daftar, mungkin ada ujian masuk, belajar dengan jadwal tertentu, ada ujian, ujian akhir, wisuda dan ijazah tentunya. Kalau kesempatan itu ada, sekolah macam apa yang ingin saya masuki? S1 dengan bidang ilmu yang berbeda atau melanjutkan S2? Kalau S2, apakah masih berhubungan dengan arsitektur atau tidak ada hubungannya sama sekali? Kalau bisa S2 mau di Indonesia atau di luar negeri? (bercita-cita tinggi kan gratis)
      Kalau sudah mendapat kesempatan bisa menyelesaikan S2 kelak, akan digunakan untuk apa ilmu yang sudah saya dapatkan? Ibu saya lulus S2 saat anak pertama saya lahir, kira-kira 11 tahun yang lalu. Saya ingat sekali adegan ibu saya menggendong bayi mas sulung sambil bekerja didepan laptopnya, salut buat beliau. Setelah lulus, ibu saya bekerja sama dengan beberapa temannya mendirikan konsultan dibidang IT atau informasi teknologi. Seiring waktu bertambahnya usia dan pasti menurunnya stamina, saat ini ibu saya mengurangi pekerjaan sebagai konsultan dan kembali menjadi dosen di sebuah PTS. Pekerjaan yang sempat dilakukan saat kami masih anak-anak dan ditinggalkan sementara saat menjadi konsultan.
     Semakin bertambah usia dan pengalaman dalam hidup, saya seperti mendapat pencerahan baru. Ilmu itu harus bermanfaat minimal buat saya sendiri, lingkup keluarga dan masyarakat tentunya. Ilmu juga harus disampaikan pada orang lain, tidak bisa disimpan sendiri, apalagi khawatir orang yang diajarkan malah jadi lebih pintar daripada kita yang sudah mengajarkan. Rasanya terlalu picik memang berpikir seperti itu. Saat membagi ilmu (yang baik) disanalah terbuka kran pahala yang akan terus mengalir tiada henti hingga kita mati, insya Allah.
     Saya masih belum tahu apakah saya benar-benar ingin melanjutkan sekolah (formal). Kalau ada kesempatan dan rizki, tentu saja saya tidak ingin menolak. Kalau pun bukan bersekolah formal, untuk saat ini jalan mencari ilmu terasa sangat terbuka lebar. Tanpa harus meninggalkan rumah, universitas terbuka baik di Indonesia apalagi diluar negeri juga tidak sedikit. Mau yang gratisan pun bejibun. Jelas harus selektif dalam memilah dan memilih. Yang sifatnya kursus, berbayar atau gratis banyak. Ingin menambah wawasan (APA SAJA !) tak terhitung jumlahnya. Video kuliah umum topik tertentu yang bisa didapat lewat you tube, akses perpustakaan nasional maupun internasional. Kalau begini saya bersyukur dan memandang era cyber sebagai hal positif.
     Apa saja ilmu yang ingin dicari, bergelar atau tidak, punya ijazah atau tidak, yang berat adalah menjadikan ilmu yang dimiliki bermanfaat hingga menjadi berkah, barokah mengundang pahala dan keridhoan Allah. Yang jelas saat menuntut ilmu itu kita tidak lalai terhadap tugas-tugas utama sesuai prioritas dan lingkungan terdekat kita pun harus bisa merasakan keberkahan ilmu yang sedang ditimba.

gambar diambil dari www.sascs.org

# (utang day 18) - 26 April 2016