Jumat, 05 Agustus 2016

Saat Ibu, Mama, Bunda, Umi, Emak Sakit



     Adalah sunatullah saat sakit dan sehat bergantian mengunjungi kita. Tanpa diuji sakit mungkin kita akan terlena melenggang hingga lupa bersyukur dan mengucapkan terima kasih pada Allah Sang Pencipta sehat dan sakit. Saat sakit kita akan melihat ke tempat lain bahwa masih banyak orang-orang yang diuji dengan sakit lebih berat lagi daripada kita.
Seorang ibu tampaknya harus selalu dalam kondisi siap lahir batin bila ada anggota keluarga yang diuji sakit. Mengasah feeling kondisi-kondisi tidak normal tiap anak dan suami. Berpacu dengan waktu saat harus memutuskan apakah gejala yang terlihat membahayakan atau masih wajar. Siap bergadang, terutama saat yang sakit adalah anak-anak. Siap menerima kondisi seorang suami yang biasanya 'gagah dan mandiri', mengayomi, tiba-tiba menjadi lemah, sensitif dan kadang terlihat seperti anak-anak lagi karena sakit yang sedang dirasakan. Sementara dia sendiri harus memastikan stamina dan 'kewarasan' terjaga dengan baik agar bisa melakukan tugas-tugasnya dengan baik.

     Ibu tetaplah seorang manusia biasa, bisa sakit apa saja dan kapan saja, sesuai kehendak-Nya. Apa yang biasanya terjadi saat seorang ibu sakit? Biasanya saat pertama kali akan terjadi sedikit atau bisa agak besar 'goncangan' di rumahnya. Segala sesuatu tiba-tiba tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Ibarat mobil yang sedang melaju lancar di jalan, tiba-tiba salah satunya berhenti mendadak hingga mobil-mobil terdekat dibelakangnya juga mendadak harus 'ngerem'. Ya mungkin tidak seekstrim itu, tapi memang begitu kan? 

     Pekerjaan rumah tangga yang seolah-olah invisible tapi ternyata banyak, tiba-tiba kacau. Apalagi kalau masih ada anak balita, mereka belum mengerti apa artinya 'mama sedang sakit', semua harus tetap berlangsung sesuai keinginan dan kebiasaan selama ini. Suami pun bisa jadi harus ikut membantu menata kekacauan yang kasat matanya. Bagi para bapak yang bekerja kantoran, dengan jam kerja tetap, 'ekstrakurikuler' saat istrinya sakit pasti membutuhkan ekstra energi. Sebelum berangkat dan saat pulang kembali, padahal seharian di tempat kerja dengan berbagai permasalahannya sudah pasti menguras energi yang besar.
www.clipartbest.com

     Ya, beginilah kehidupan itu. Kita tidak bisa memilih takdir yang sudah tertulis sejak sebelum kita dilahirkan ke dunia. Tapi kita bisa masih bisa memilih untuk konsisten menjaga arti partnership sebuah pernikahan, dengan konsekuensi yang mengikuti pastinya. Kita bisa memilih untuk tetap bersabar dalam 'kekacauan' di rumah saat seorang ibu, istri sedang sakit. Kita bisa memilih untuk memperpanjang doa saat sujud agar diberi kewarasan dan ekstra keimanan agar bisa menjalani setiap detik dengan indah. Dan saat Allah memperbaiki kembali 'ketidaknormalan' di rumah dengan cara menyembuhkan kembali seorang ibu yang sedang sakit, maka jangan pernah lalai lagi mengabdikan diri pada-Nya, mengucap syukur dan selalu berterima kasih atas apapun yang menyertai tarikan nafas dan detak jantung ini. Karena pada hakikatnya segala kelancaran hidup berumah tangga bukanlah karena kehebatan dan kepiawaian seorang istri dan ibu. Semua semata-mata karena Allah yang tetap menjaga kestabilan dalam hidup dan sedikit niat - ikhtiar bekerja sama sepasang suami istri yang dipertemukan oleh -Nya untuk menjalani sisa umur bersama dalam naungan keridhoan-Nya.

# uut day 27- 12 Mei 2016

Senin, 01 Agustus 2016

Manajemen Waktu




quotesgram.com
     Memilih menjadi ibu rumah tangga tanpa asisten pasti memiliki konsekuensi-konsekuensi. Tak terasa sudah 11 bulan menjalani pilihan ini ditemani berbagai kisah indah. Sejujurnya saya tidak 'se sendiri' itu, bapak saya saat ini tinggal bersama kami karena pekerjaannya, sementara ibu saya masih sering bolak balik Bandung - Jakarta, jadi saya cukup sering mendapat bantuan mereka dalam mengurus rumah dan anak-anak,  Alhamdulillah.

     Perbedaan yang jelas terasa tanpa adanya asisten adalah saya benar-benar harus berusaha mengatur waktu yang tersedia dalam 24 jam dengan sebaik mungkin. Semua ibu pasti tahu, pekerjaan rumah tangga itu sepertinya invisible tapi kok tidak pernah ada habis-habisnya. Sedang menikmati makan siang atau pun malam, otak ini terus saja berpikir utang-utang pekerjaan yang menunggu, memutuskan dengan cepat mana yang harus didahulukan sesuai prioritas.

     Salah satu nasehat almarhumah eyang putri saya adalah saat pagi hari urusan makanan dan persiapan aktivitas anak-suami menjadi prioritas pertama. Walaupun masih ada judul bersih-bersih, cuci baju, merapikan rumah dan lain-lain, usahakan mereka meninggalkan rumah dengan layak dan perut terisi sarapan. Berikutnya persiapan makan siang mas sulung dan masakan dirumah untuk hari itu.

     Agar segala aktivitas rutin tidak jadi membosankan dan mengakibatkan penurunan semangat, maka saya harus menjadikan semuanya bersifat fleksibel. Masak ya masak, tapi kalau sesekali mentok saya beli saja lauk matang, yang penting tetap memperhatikan kebersihan. Bereksperimen resep baru juga bisa membuat kegiatan masak lebih menyenangkan (asal tidak terlalu sering).  

     Urusan kebersihan dan kerapihan rumah disesuaikan saja. Kalau dokdek masih asyik bereksplorasi di penjuru rumah, biarkan saja, itu lebih berharga daripada manteng di depan televisi. Cuci baju sangat terbantu dengan adanya mesin cuci, selain baju kerja dan seragam sekolah yang disetrika,  sisanya cukup dilipat rapi dan masuk lemari lagi.

     Semakin banyak kegiatan harusnya semakin banyak pula hikmah yang bisa didapat. Selain ibadah rutin sesuai target harian, menulis, membaca buku, membuat craft menjadi refreshing yang sederhana di sela-sela rutinitas harian. Teori manajemen waktu memang banyak, tapi semua pasti kembali pada kondisi setiap individu yang tidak akan sama yang satu dengan lainnya. Yang harus dijadikan patokan adalah bagaimana menjadikan setiap detik dalam kehidupan ini bermanfaat dan yakin bisa dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.

     Sebetulnya waktu 24 jam dalam sehari pasti sangat sedikit dibandingkan kewajiban yang harus kita lakukan. Hanya saja manusia itu terlalu lemah dan banyak alasan untuk mau bersungguh-sungguh melakukan tugas-tugas sebagai hamba-Nya. Karena kita sudah pasti lemah, bodoh tapi terlalu mudah merasa sombong, maka sudah selayaknya kita selalu mengulang doa agar dimudahkan dalam memanfaatkan jatah waktu yang ada dan bisa mengakhiri kehidupan ini dalam keimanan yang sebaik-baiknya.



# uut day 26 12 Mei 2016

What Would You Do If You Can Buy This Whole World?




     Lagi pengen sok bahasa enggres. Tapi kalimat yang dipilih untuk judul kali ini memang bukan gaya-gayaan. Saya sungguh-sungguh penasaran pada manusia-manusia yang berambisi menguasai seluruh dunia dan isinya ini. Pertanyaan ini muncul saat saya menjadi pendengar yang baik sebuah percakapan ringan dunia politik kekinian di Indonesia-antara suami saya dan sepupunya.
     Berapa banyak manusia di Indonesia (saja) yang masih berjaya mengumpulkan timbunan harta yang bisa jadi tidak habis hingga keturunannya yang ke tujuh, menancapkan kuku-kuku tajamnya ke berbagai posisi strategis pemerintahan, penjaga keamanan negara, militer dan entah apa lagi? Tapi berapa banyak pula misi mereka yang 'gagal' karena kebodohan mereka sendiri maupun kesalahan strategi dalam menuhankan wanita, harta dan tahta?
     Saya sungguh penasaran, ketika seseorang begitu berambisi mengumpulkan harta benda dan setelah harta itu tak dapat dihitung lagi jumlahnya apa yang dia rasakan? Begitu banyak contoh manusia yang belum terpuaskan oleh harta hingga memutuskan untuk berburu kekuasaan. Saat kekuasaan sudah di tangan, apa lagi yang dicari? Mungkinkah setelah memiliki kekuasaan ia akan mengumpulkan lagi lebih banyak harta?
     Bila sebuah negara sudah tunduk padanya, mungkin dia akan mencari negara lain, bangsa lain hingga seluruh bumi dan isinya benar-benar berada di genggaman tangannya. Bila bumi ini sudah dibawah telunjuknya, maka dia akan mencari planet lain dan seluruh alam semesta. Andaikata alam semesta ini bisa dikuasai dan bila perlu memusnahkan manusia yang tidak mau tunduk patuh padanya, apalagi yang dicari? Mungkin dia akan mencari siapa pencipta alam semesta ini juga. Lalu dia akan menantang Tuhan untuk berduel dengannya dan merebut status Sang Khaliq dari-Nya. Kalau manusia semacam ini sudah menjadi 'tuhan' apa yang ingin dia ciptakan berikutnya?
     Ah sudahlah, kita lihat saja bagaimana perjalanan kehidupan manusia-manusia semacam ini. Mungkin mereka memang tidak percaya dengan pengadilan besar di hari kebangkitan. Atau mereka memang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada.
www.therisinghollywood.com


#  uut day 25 - 6 Mei 2016

Sabtu, 23 Juli 2016

Fase Malas





     Wah saya punya hutang banyak nih. Bersembunyi dibalik sekian alasan yang dibuat-buat untuk tidak membuat tulisan.
Baiklah, apa yang yang akan saya ceritakan kali ini? Long weekend  Mei 2016.
     Saat ini saya berada di Bandung, kota tempat saya dibesarkan. Bandung Jakarta sekarang sudah bisa dicapai dengan waktu yang singkat, kalau ngebut lewat tol Cipularang dan yang jelas jalanan lengang, tidak sampai 3 jam. Walaupun demikian,  keluarga mungil saya termasuk tidak terlalu sering mudik ke Bandung. Weekend yang ada harus dialokasikan untuk beberapa kegiatan. Kunjungan ke rumah ortu suami sudah menjadi agenda tetap. Selain kegiatan keluar rumah kadang-kadang kami juga hanya ingin leyeh-leyeh saja di rumah, beristirahat atau beres-beres sekedarnya.
      Berkunjung ke Bandung saat longweekend memang harus siap menghadapi konsekuensinya, kemacetan dimana-mana. Beberapa teman saya yang mudiknya ke Bandung, justru malah memilih untuk tidak pulang saat longweekend, malas katanya. Biasanya kami pun memutuskan untuk berdiam saja dirumah kalaupun kami ingin ke Bandung, seperti kali ini.
     Berjalan pagi keliling kompleks, menikmati jajanan yang dijual pedagang keliling atau membaca koleksi buku yang ada di rumah sudah cukup membahagiakan. Berhenti sejenak dari rutinitas emak-emak rumah tangga biasanya malah membuat saya lebih bersemangat saat kembali ke Jakarta. Bertemu ibu bapak tetangga yang sebaya dengan orang tua saya atau teman-teman saat kecil juga rasanya menyenangkan. Yang paling membuat kami bersyukur adalah kami bisa berlibur dan menginap di Bandung gratis tis tis tis :).

gambar diambil dari dragonefiles.com

# uut day 24 - 6 Mei 2016

(Masih) Urusan Nyampah Di Rumah



  
     Perlahan-lahan urusan bebersih rumah mulai terlihat hasilnya. Sampai tadi pagi saya masih asyik bermain dengan debu dan kotoran. Sejak awal niat bebersih besar-besaran saya sudah memberi perintah pada otak ada beberapa 'aturan main' pada kegiatan ini :
1. Dilarang membeli wadah, container plastik dan barang-barang apapun untuk alasan penyimpanan
2. Wajib menggunakan area penyimpanan skala apapun yang bersifat existing alias memang sudah ada dirumah
3. Dilarang mengeluarkan apalagi membuang barang-barang 'bersejarah' yang ada dirumah ini - dan bukan milik saya pastinya
4. Terkait aturan nomor 2, berarti kalau saya membutuhkan container maka penghuni lama harus dikeluarkan dahulu, bisa dibuang kalau memang sudah rusak atau dihibahkan saja
5. Saya harus menemukan tata letak alias lay out ruang yang seminimalis mungkin
6. Prinsip utama : setiap barang harus mempunyai status yang jelas (manfaatnya apa) dan pemilik yang jelas serta tidak ada barang yang tidak punya tempat, semua harus punya 'rumah' masing-masing.
setiap benda PASTI punya komunitas dan habitat masing-masing

7. Jangan menunda-nunda mengembalikan barang tercecer ke rumah masing-masing
     Buku, kertas, printilan yang statusnya abu-abu sering menjadi bibit timbunan baru bila tidak segera diberi status yang jelas. Hehehe, saya sedang belajar terus mengambil hikmah baik dan penting dari kedua bude saya. Sejak dulu rumah mereka selalu terlihat nyaman dan rapi. Padahal kalau dilihat jumlah barang juga banyak, tapi kok rasanya tetap nyaman ya? Sampai-sampai saya berkata pada mas sulung "Kalau mbah Y tinggal di rumah ini mas, bisa-bisa rumah kita jauh lebih rapi daripada sekarang ya :P"
     Masih ada beberapa sisa pekerjaan tapi sudah lebih ringan, mudah-mudahan flu ini juga ikut berkurang seiring berkurangnya interaksi dengan Mr. Dust.

gambar diambil dari moje-pandemonium.blogspot.com

# (uut ) day 23- 2 Mei 2016

Kamis, 21 Juli 2016

Ringkihnya Hati Dan Jiwa




      Perjuangan terberat seorang manusia adalah melawan dirinya sendiri. Sebelum berhasil menciptakan prestasi dihadapan manusia lain, pasti sebelumnya harus bisa berjibaku memilah dan memilih begitu banyak bisikan hati hingga tubuh dan jiwanya kompak menjadi satu sosok yang siap berkarya.
     Saat saya memanjatkan doa terutama menjelang pagi ada beberapa kalimat yang selalu saya sampaikan pada Allah SWT.
1. Memohon ampunan atas dosa dahulu, sekarang dan yang akan datang
2. Memohon bimbingan dan tuntunan-Nya dalam menjalani berbagai kewajiban, rencana, amanah hari ini
3. Memohon perlindungan dari segala mara bahaya, musibah dunia dan akhirat, keburukan, kecelakaan, kejahatan makhluk-Nya
4. Memohon perlindungan agar diri saya tidak menjadi pelaku kejahatan, keji dan munkar dan
5. Memohon perlindungan dari penyakit hati, ruhiyah, penyakit jiwa, psikis, stres, depresi dan lain-lain

      Saya sadar dan khawatir, jiwa dan hati sama-sama rentan penyakit, sebagaimana jasmani ini. Setiap manusia pasti bisa stres. Jangankan depresi karena mengalami masalah berat, rutinitas sehari-hari yang dilakukan begitu-begitu saja bisa membuat orang stres tanpa sadar. Kalau hati dan iman sedang 'down' sasaran terdekat seorang ibu sudah pasti keluarganya. 'Atas nama menasehati anak', bisa jadi sebenarnya adalah pelampiasan masalah yang terpendam, Na'udzubillahi min dzalik
     Berapa banyak kengerian yang terjadi akibat menghilangnya kewarasan seorang ibu yang rusak akibat tumpukan masalah bertahun-tahun?  Saya pernah marah-marah pada balita saya suatu hari hanya karena saya sedang merasa tidak fit, dan sepertinya siang itu dia juga sedang merasa tidak enak badan sehingga sama sekali tidak mau turun dari gendongan. Bahkan untuk duduk sejenak pun tidak bisa, dia akan menangis keras-keras. Kalau bukan Allah yang menjaga, bisa jadi tangan ini sudah melakukan praktik melenceng pada tubuhnya. Anak saya tidak salah. Pasti jiwa dan hati saya saat itu sedang turun, akibatnya saya hanya bisa marah-marah, kemarahan yang tidak bermakna. 
      Memang yang selama ini saya rasakan, saat fisik sedang mengalami penurunan kondisi ternyata hati seperti menjadi labil, fragile, kalau bekal pedekate pada Allah tidak banyak maka tidak lama hati jadi ikutan sakit juga:( Itulah sebabnya kita harus terus meningkatkan rasa ketergantungan, kecanduan kita pada Allah, posisikan Allah di prioritas paling atas. Sebuah nasehat dari ulama yang pernah saya dengar, "Allah dulu, Allah sekarang, Allah kemudian..." (maaf saya agak lupa konteks kalimat tepatnya). Intinya saat kita menjadikan Allah sebagai yang utama dalam hidup, insya Allah, walaupun ringkih semoga kita tetap terlindung dan terjaga dari perbuatan dzalim
 
# day 22 - 1 Mei 2016