quotesgram.com |
Memilih menjadi ibu rumah tangga tanpa asisten pasti memiliki
konsekuensi-konsekuensi. Tak terasa sudah 11 bulan menjalani pilihan ini
ditemani berbagai kisah indah. Sejujurnya saya tidak 'se sendiri' itu, bapak
saya saat ini tinggal bersama kami karena pekerjaannya, sementara ibu saya
masih sering bolak balik Bandung - Jakarta, jadi saya cukup sering mendapat
bantuan mereka dalam mengurus rumah dan anak-anak, Alhamdulillah.
Perbedaan yang jelas terasa tanpa adanya asisten adalah saya benar-benar
harus berusaha mengatur waktu yang tersedia dalam 24 jam dengan sebaik mungkin.
Semua ibu pasti tahu, pekerjaan rumah tangga itu sepertinya invisible tapi kok
tidak pernah ada habis-habisnya. Sedang menikmati makan siang atau pun malam,
otak ini terus saja berpikir utang-utang pekerjaan yang menunggu, memutuskan
dengan cepat mana yang harus didahulukan sesuai prioritas.
Salah satu nasehat almarhumah eyang putri saya adalah saat pagi hari
urusan makanan dan persiapan aktivitas anak-suami menjadi prioritas pertama.
Walaupun masih ada judul bersih-bersih, cuci baju, merapikan rumah dan
lain-lain, usahakan mereka meninggalkan rumah dengan layak dan perut terisi sarapan.
Berikutnya persiapan makan siang mas sulung dan masakan dirumah untuk hari itu.
Agar segala aktivitas rutin tidak jadi membosankan dan mengakibatkan
penurunan semangat, maka saya harus menjadikan semuanya bersifat fleksibel.
Masak ya masak, tapi kalau sesekali mentok saya beli saja lauk matang, yang
penting tetap memperhatikan kebersihan. Bereksperimen resep baru juga bisa
membuat kegiatan masak lebih menyenangkan (asal tidak terlalu sering).
Urusan kebersihan dan kerapihan rumah disesuaikan saja. Kalau dokdek
masih asyik bereksplorasi di penjuru rumah, biarkan saja, itu lebih berharga
daripada manteng di depan televisi. Cuci baju sangat terbantu dengan adanya
mesin cuci, selain baju kerja dan seragam sekolah yang disetrika, sisanya cukup dilipat rapi dan masuk lemari
lagi.
Semakin banyak kegiatan harusnya semakin banyak pula hikmah yang bisa
didapat. Selain ibadah rutin sesuai target harian, menulis, membaca buku,
membuat craft menjadi refreshing yang sederhana di sela-sela rutinitas harian.
Teori manajemen waktu memang banyak, tapi semua pasti kembali pada kondisi
setiap individu yang tidak akan sama yang satu dengan lainnya. Yang harus
dijadikan patokan adalah bagaimana menjadikan setiap detik dalam kehidupan ini
bermanfaat dan yakin bisa dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
Sebetulnya waktu 24 jam dalam sehari pasti sangat sedikit dibandingkan
kewajiban yang harus kita lakukan. Hanya saja manusia itu terlalu lemah dan
banyak alasan untuk mau bersungguh-sungguh melakukan tugas-tugas sebagai
hamba-Nya. Karena kita sudah pasti lemah, bodoh tapi terlalu mudah merasa
sombong, maka sudah selayaknya kita selalu mengulang doa agar dimudahkan dalam
memanfaatkan jatah waktu yang ada dan bisa mengakhiri kehidupan ini dalam
keimanan yang sebaik-baiknya.
# uut day 26 12 Mei 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar