Niat awal sekedar mencari penyaluran semangat tantangan one day one article, untuk 99 hari, yang parahnya ternyata gak sampe 99 hari, belum lagi utang-utangnya, tantangan ini tidak terselesaikan dengan baik. Untungnya ada kelas Bunda Sayang yang baru saya ikuti mensyaratkan media sosial sebagai sarana mengumpulkan tugas setiap bulannya. Setidaknya saya sudah punya wadah duluan lah.
gambar dari www.inne.web.id |
Nama Ibu Septi Peni Wulandani sudah lebih dulu saya kenal sebelum mengenal IIP. Berawal dari jarimatika dan kemudian 'bertemu' juga di komunitas HEbAT hingga akhirnya saya menjadi bagian dari IIP. Kelas Matrikulasi yang berlangsung selama sekitar 6 bulan telah mengantar saya untuk perlahan-lahan kembali mengenal siapa diri saya sebenarnya, keluarga terutama suami dan anak-anak serta yang jelas apa sih yang selama ini saya lakukan dalam keseharian? Sudah benarkah kira-kira apa yang saya jalani selama ini? Apa sih cita-cita tertinggi saya sebenarnya? Dan sesuai nama kelasnya, matrikulasi, semua baru awal, baru kulitnya, tapi efeknya sungguh luar biasa. Kami semua jadi semakin 'exciting', penasaran untuk bisa belajar lebih banyak di 'sekolah' ini.
Sebagaimana sebuah jenjang pendidikan, setelah dinyatakan lulus kelas Matrikulasi, kami mengikuti seremoni wisuda yang berupa acara seminar, lagi-lagi tambahan ilmu. Setelah jeda beberapa waktu, kami pun memasuki kelas berikutnya, Bunda Sayang. Durasinya pun lebih panjang, 12 bulan, yang berarti ada 12 materi setiap bulannya disertai tugas terkait. Tidak sekedar materi, kami juga mendapat bonus-bonus tambahan ilmu yang berupa 'camilan-camilan' sehat, inspirasi dari sesama peserta yang bertugas sebagai 'energizer' dan yang jelas saling mengenal lebih dekat dengan sesama peserta kelas Bunda Sayang ini, serta keberadaan 'ekskul' yang menjadi wadah menambah dan melatih minat atau hobi para peserta, mantap deh!
Saya merasa sangaaaat bersyukur berada di era cyber ini. Terlepas dari segala kekurangan dunia maya, baik urusan silaturahim maupun urusan mencari ilmu, saya rasa semua kembali pada kematangan, kedewasaan kita saat berhadapan dengan gawai alias gadget. Dan jangan salah, kopi darat tetap menjadi bagian dalam sekolah ini. Urusan etika? Tata tertib? Saya rasa saya baru berkenalan dengan komunitas yang jelas-jelas mengajarkan dan mengingatkan kami kembali makna etika bersosialisasi di dunia maya, dunia yang seolah-seolah tidak bisa melihat satu sama lain hehehe...
Toh ini urusan jempol dan telunjuk semata, ngapain sih pake etika-etika segala, iya kan?
Kalau sekedar urusan jempol dan telunjuk, maka untuk apa pemerintah cape-cape membuat UU ITE yang sekarang membuat orang harus berpikir sungguh-sungguh sebelum menyampaikan buah pikirannya, betul kan? Pada level WAG, kita tetaplah manusia yang sedang berada dalam sebuah forum komunikasi, perbedaannya, kita bisa berasal dari lokasi yang tak terbatas dan (mungkin) tidak bisa saling melihat, itu saja. Apalagi grup yang sifatnya dan niatnya adalah mencari ilmu, bukan sekedar haha hihi semata. Agar ilmu yang kita dapat bermanfaat dan jelas barokah, maka alangkah indahnya bila kita melakukannya dengan cara yang baik pula, menurut saya lho...
Yah, begitulah kira-kira perjalanan saya selama hampir dua tahun ini, melanjutkan minat menulis celoteh-celoteh ringan yang sering berseliweran diotak saya yang (ternyata) seorang Intuiting ekstrovert :). Mudah-mudahan lain waktu saya bisa bercerita tentang tipe ini, lagi-lagi ilmu baru lah (buat saya)...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar