Selasa, 21 November 2017

Berapa Harga Nyawamu?

Ini cerita tentang seberapa besar kita menyayangi diri sendiri.

Setiap hari mau tidak mau saya harus 'nggowes' mrs.Selis menyebrangi perlintasan kereta api, yaa minimal satu rit sehari, maksimal dua rit, kalau memang berangkat dan pulang menggunakan sepeda. Namanya juga macan ternak ๐Ÿ˜›, mama c*ntik anter anak ke sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah sebenarnya hanya sekitar 1,5 km, lumayan lah untuk sekedar olahraga jalan kaki. Tapi bagi adik ini lumayan jauh sih, kasihan kalau jalan ke sekolah. Naik angkot, nanggung banget, tetep aja harus jalan dulu sebelum dan sesudah naik angkot. Naik opang? Lumayan mihil bo! Judulnya jarak nanggung, dekat dimata jauh di kantong hehehe. Tapi kalau memang saya sedang cape banget, atau ada urusan lain setelah mengantar adik, atau batere si selis ini very-very low yaa sudah lah, bagi-bagi rejeki judulnya sama pak ojek๐Ÿ˜Š...

Sebagai orang yang seumur-umur paling sekali dua kali harus naik kendaraan dan melewati pelintasan kereta api, babak baru kehidupan saya kali ini mengharuskan saya menjadi komunitas pengendara yang (harus) bersabar menunggu kereta lewat. Kalau pas 'peak hour', jam berangkat kerja misalnya, bisa berkali-kali kereta commuter line yang melintas, sabar ajjjaaaa..

Yang sering membuat saya hanya bisa geleng-geleng kepala, ya itu, perilaku para pengemudi motor. Pertama, saking tidak sabarnya mereka kayanya gak terima kalau harus ngantre di belakang palang. Kalau bisa, mepeettt banget sama rel, ya paling goyang-goyang dikit kalau pas kereta lewat.
foto dokumentasi saya


Kedua, ini yang paling bikin saya makin gak ngerti, palang sudah tertutup, tapi teteeep tolah-toleh kiri kanan kilat, blasss lanjut! Ya memang sih...pasti ada jeda antara tertutupnya palang dan waktu lewatnya kereta. Kalau gak gitu, kasihan lah pak masinis. Emangnya kereta bisa berhenti mendadak macam kita naik sepeda (motor)? Semua sudah ada ilmu dan pertimbangan logisnya pasti.

Yang gak logis ya cara berpikir orang-orang yang berhenti mepet (banget) sama rel dan nekat aja ngelewatin rel modal tolah toleh kiri kanan secepat kilat. Atau logis juga mungkin menurut mereka, males nunggu lama-lama, toh kereta juga gak langsung lewat, atau gue udah kesiangan, gue kebelet, gue keburu laper de el el๐Ÿ˜ฎ

Saya gak tau seberapa sayang orang-orang macem ini sama diri sendiri, sampe nekat menerobos perlintasan kereta api...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar